PPDB atau Pendaftaran Peserta Didik Baru merupakan satu momen penting terhadap keberlangsungan hidup sekolah, khususnya sekolah swasta. Sekolah swasta adalah sekolah yang dikelola oleh masyarakat, swasta untuk membantu. pemerintah memberikan atau menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran bagi anak-anak usia sekolah. Sekolah swaslta ini merupakan sekolah yang untuk operasional penyelenggaraan proses menggantungkan pembiayaan dari masyarakat, orangtua. Oleh karena, maka masyarakat harus menyumbang ke sekolah agar proses dapat diselenggarakan. Sumbangan masyarakat ke sekolah selanjutnya dikenal dengan nama SPP.
SPP yang dibayarkan masyarakat ke sekolah selanjutnya dikelola sekolah untuk menjalankan roda sekolah. Pengelolaan tersebut meliputi pengadaan sarpras dan infrastruktur sekolah, gaji tenaga pendidik dan kependidikan, juga beberapa kegiatan sekolah, khususnya kegiatan siswa. Dana yang dibayarkan masyarakat. dikembalikan ke masyarakat. dalam bentuk pelayanan jasa pendidikan dan pembelajaran. Irulah salah satu alasan sehingga SPP sekolah swasta relatif mahal. Tetapi, kemahalan tersebut sesungguhnya dikembalikan ke masyarakat lagi. Oleh karena itu, kita perlu nemahami situasi dan kondisi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka setidaknya kita memahami bahwa agar proses dapat dilaksanakan, dana harus mencukupi. Dana yang mencukupi sangat tergantung pada jumlah siswa yang mengikuti proses. Semakin banyak siswanya, maka pelayanan jasa semakin bagus sebab biaya operasional terpenuhi, bahkan dapat lebih. Untuk mempunyai siswa yang banyak, maka pada saat PPDB harus benar-benar optimal. Semua pihak harus mengeksplore diri sehingga dapat memperoleh siswa baru untuk sekolah. Semua pihak bergerak untuk menambah jumlah siswa yang masuk.
Permasalahan abadi bagi sekolah swasta adalah penurunan jumlah muatan siswa. Apalagi dengan kebijakan pemwrintah membuka unit sekolah negeri baru untuk tiap sekolah, maka kondisi sekolah swasta semakin sengsara. Pada saat PPDB, banyak sekolah swasta yang kekurangan muatan siswa. Anak-anak tersedot masuk sekolah negeri, yang seringkali membuat kebijakan yang tidak bijak. Kebijakan tersebut misalnya pembukaan rombel baru atau bagi sekolah negeri yang kekurangan muatan, lantas membuka gelombang kedua, baik secara resmi, terbuka atau gerilya, sembunyi-sembunyi. Akibatnya, sekolah swasta kekurangan muatan siswa. Bahkan, calon siswa yang sebelumnya sudah mendaftar di sekolah swasta 'hilang' dari daftar akibatnya tim gerilya sekolah negeri.
Dan, saat ini masa pandemi covid 19, pembatasan dilakukan secara umum, termasuk dunia pendidikan. Bahkan untuk tahun ini kelulusan kelas akhir dilakukan otomatis, tanpa ujian dan proses lainnya. Mereka disebut Lulusan covid 19.
Kondisi pandemi ini juga berdampak pada PPDB di sekolah swasta. Apakah dampaknya?
Kita tidak sedang membandingkan negeri dan swasta, walau tidak dapat.tidak pasti terjadi. Sekolah swasta. mengoptimalkan bantuan masyarakat untuk operasional proses pendidikan dan pembelajaran. Bagaimana dengan sekolah negeri?
Sekolah negeri adalah sekolah yang didirikan dan dikelola oleh negara. Sekolah negeri diampu oleh guru-guru yang gajinya dibayar oleh pemerintah sebab mereka adalah ASN. Atribut negeri merupakan satu pemikat yang membuat orangtua lebih memilih untuk proses pendidikan anaknya. Sebagai sekolah negeri, maka biaya operasional penyelenggaraan proses menjadi tanggungjawab pemerintah. Oleh karena itu, tenaga pendidik dan kependidikannya digaji oleh pemerintah. Artinya, sekolah tidak perlu memikirkan pembayaran gaji guru. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa masyarakat tidak perlu membayar ke sekolah negeri. Tetapi, kenyataannya jauh berbeda. Masyarakat. masih harus membayar ke sekolah. Dengan berbagai dalih, nama, sekolah mengharuskan masyarakat orangtua /siswa untuk membayar ke sekolah. Tentunya bukan SPP, sebab dilarang, tetapi muncul sebutan laIn yang sebenarnya sama saja menarik dana dari masyarakat, orangtua.
Kembali pada kegiatan penerimaan peserta. didik baru yang setiap tahun seperti benang kusut. Selalu ada masalah yang timbul pada pelaksanaan PPDB ini. Hal ini selalu ada kebijakan baru untuk membijaki kebijakan yang sudah ada tetapi pada akhirnya bukan kebijakan yang bijak. Kebijakan baru tersebut seringkali memberi keuntungan pada satu pihak dan nerugikan pihak lainnya. Dan, repotnya seringkali yang terjadi bahwa pembuat kebijakan tidak mengetahui adanya kebijakan untuk membijaki kebijakannya oleh pejabat di bawahnya. Setiap kali dikonfirmasi, pembuat kebijakan selalu mengelak bahwa beliau tidak mengetahui jika pejabat di bawahnya membuat kebijakan baru, yang berbeda bahkan berlawanan dengan kebijakannya. Sungguh ini sebuah lelucon yang tidak lucu tetapi cenderung nggegirisi.
Walaupun, sebelumnya telah dilakukan rapat bersama dan menelorkan kesepakatan yang nenjadi dasar kebijakan pimpinan, pada saat pelaksanaan pasti dilanggar, khususnya sekolah negeri. Sekolah swasta kekurangan siswa adalah hal biasa, tetapi sekolah negeri kekurangan siswa merupakan bencana bagi pimpinan sekolah. Bagaimana mungkin sekolah negeri kekurangan siswa?
Untuk mengantisipasi agar kondisi tersebut tidak terjadi, maka berbagai trik dilakukan untuk menghisap calon siswa. Trik ini merupakan cara untuk memutus peluang anak lepas dari incaran sekolah. Bahkan, ada sekolah yang memasang orang di sekolah tingkat bawahnya untuk mengarahkan lulusan ke sekolahnya. Ini bukan hal baru. Jika hal tersebut dilakukan sekolah swasta, mungkin sebagai upaya untuk memikat atensi calon siswa. Bagaimana dengan sekolah yang label negerinya saja sudah sangat menjual.
Berdasarkan uraian di atas, maka masa pandemi covid 19 benar-benat membawa dampak negatif yang sangat besar terhadap sekolah swasta. Dan, dampak ini akan menjadi semakin besar jika ternyata kebijakan yang sudah disepakati harus dilanggar, ditabrak hanya karena target yang tidak terpenuhi, khususnya pada sekolah negeri. Dampak ini semata dikarenakan propaganda pemerintah dengan membuka unit sekolah baru di wilayah yang sesungguhnya, unit sekolahnya sudah jenuh, penuh. Misalnya, di sebuah daerah ada 2 (dua) kecamatan. Pads awalnya terdiri atas 1(satu) sekolah Negri dan 9 (sembilan) sekolah swasta. Secara nalar, kondisi ini dapat kita katakan sudah jenuh, 2 (dua) kecamatan mempunyai 10 (sepuluh) sekolah setingkat dan serumpun. Dari ilustrasi tersebut setidaknya kita dapat menangkap kondisi bahwa calon siswa tersedot ke sekolah negeri. Lantas, sekolah swasta. dapat apa?
Untuk hal tersebut, maka kita perlu duduk bersama dan membahas tuntas perihal PPDB ini. Setidaknya, pemerintah harus menyadari bahwa keberadaannya dan tugas kewajibannya adalah memberikan fasilitasi yang sama untuk sekolah negeri dan swasta. Janganlah dikotomi negeri swasta menciptakan jurang menganga sehingga tidak harmonis.
Bagi sekolah swasta, masa-masa PPDB. adalah masa-masa berdiri di pucuk duri. Dan, selalu terluka oleh kondisi yang tersaji dalam kehidupan persekolahan. Sekolah swasta, walau telah berusaha sekuat tenaga untuk merebut peluang menjaring calon siswa, tetap saja menunggu luberan dari sekolah negeri.
Semoga kondisi ini tidak berlanjut-lanjut sehingga sekolah swasta dapat bertahan dan mempertahankan keberadaannya dalam membina sumber daya manusia negeri ini.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang menyeluruh dan mengikat dengan konsekuensi hukum bagi yang melanggar kebijakan yang sudah disepakati bersama. Jangan sampai terjadi kebijakan itu seperti pepatah Jawa, isuk kedelai.. sore. tempe... malamnya tahu. Hal ini mengisyaratkan pimpinan yang plin plan tidak tegas dalam menentukan kebijakan dan mudah dipengaruhi bawahan. Apa kira-kira sebutan yang cocok bagi. pemimpin seperti ini?
Gembonga, 19 Juni 2020